Oleh: Mikdat Ligawa (Anggota Komunitas Momais)
Destinasi wisata Gunung Mahawu yang berada di Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), menyimpan banyak keindahan alam untuk dinikmati.
Dari puncak gunung ini kita bisa melihat panorama alam yang sangat mempesona. Dari sisi kiri, kita bisa melihat Gunung Lokon, dari depan ada Pulau Manado Tua dan Pulau Lainnya terlihat jelas dari kejauhan seperti terhampar di atas lautan luas. Tapi bagi pengunjung untuk sampai ke puncak, terlebih dahulu harus menaklukan ribuan anak tangga.
Seperti Komunitas Momais, yang beranggotakan para jurnalis berasal dari Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim). Kamis 14/7/2020 sekitar jam 16.00 wita dengan dipandu oleh Rikson Karundeng, teman dari Kota Tomohon juga salah satu penggerak Literasi Sulut itu. Ia menjelaskan kalau gunung Mahawu ini adalah salah satu yang tertinggi di Kota Tomohon. Keindahan alamnya sangat mempesona, tapi kita harus mampu menaklukan ribuan anak tangga hingga mencapai puncak.
Dengan rasa penasaran, kami Komunitas Momais pun langsung bergegas naik. Dalam perjalan saya sempatkan bertanya, kalau masih jauh untuk sampai di puncak gunung. Karena rasa lelah sudah terasa.
“Masih jauh le, mo sampai?,”.
“So kurang dekat,” jawab Karundengan dengan dialek Manado.
Tak lama kemudian kami sampai. Rasa lelah pun langsung hilang. Seperti disulap sesaat setelah melihat keindahannya Gunung Mahawu, hawa dingin karena tiupan angin mengubah suhu tubuh kami yang tengah memandang Pulau Manado Tua terlihat seperti mengambang di Lautan luas. Gunung Lokon, semua terlihat jelas jadi suguhan mempesona puncak Gunung Mahawu.
Di puncak gunung ini ada satu bangunan yang berdiri kokoh dan kami naik ke atapnya agar lebih jelas terlihat indahnya memandang alam dari puncak.
Dan tak mau melewati momen indah itu, naluri jurnalis merespon dengan langsung mengambil foto menggunakan kamera handphone. Masing-masing langsung mengambil posisi yang pas.
Konon kalau berada di puncak Gunung Mahawu kata Rikson Karundeng, kita jangan terlalu ribut. Karena kabut akan menutupi gunung, sampai pemandangan alam yang begitu indah pun tak bisa terlihat. Begitulah mitos tentang gunung ini.
“Kalau berada di puncak gunung ini, jangan talalu ribut. Karena kalau ribut, mo bakabut, so nda mo dapalia itu pemandangan alam,” ucap Rikson Karundeng.
Rasa lapar mulai terasa, kamipun turun dari atap dan masing- masing langsung mengeluarkan bekal makanan. Rasa dingin makin terasa, hingga makanan pun terasa seperti baru dikeluarkan dari lemari es.
Jam sudah menunjukan 17.30 wita, kami sudah bersiap untuk turun gunung karena mengingat sebentar lagi akan gelap. Perasaan berat hati seakan tak mau meninggalkan tempat itu, tapi kami harus bergegas langkah menuruni ribuan anak tangga.
(*)