MANADO LensaSulut.com — Anggota DPRD Sulut Arthur Anthonius Kotambunan angkat suara terkait tak disiplinnya Pemkot Manado dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) Tahun 2020. Pasalnya, Manado terancam tidak ada APBDP dan terpaksa tetap menggunakan APBD Induk Tahun 2020.
Dirinya menegaskan, permasalahan ini harus segera dituntaskan karena menyangkut kemaslahatan orang banyak. Dan pihak eksekutif (Pemkot Manado) jangan memaksakan kehendak. “Pihak eksekutif jangan memaksakan kehendak karena secara hukum sudah tidak bisa,” kata Kotambunan.
Kotambunan menambahkan, pihak eksekutif harus mematuhi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 khusus pedoman penyusunan APBD.
“Pihak eksekutif harus taat aturan Permendagri dan jangan melangkahi hal tersebut, yang bisa dilakukan pemkot adalah konsultasi ke pemprov mungkin duduk bersama BPK, kemendagri, kejaksaan, kepolisian, dan KPK. Agar supaya tidak melakukan langkah-langkah yang bisa berimplikasi hukum,” tutup Kotambunan.
Terpisah, pengamat hukum pemerintahan Toar Palilingan mengatakan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 khusus pedoman penyusunan APBD, akibat tidak disiplin waktu maka Pemkot Manado harus gunakan APBD induk 2020 atau APBD 2021 yang sudah sementara dipersiapkan. “Selain itu konsekuensinya pembangunan maupun pembenahan yang sudah ditender, serta kepentingan masyarakat lainnya tak bisa dilaksanakan,” kata Palilingan.
Palilingan menjelaskan, konsekuensi lainnya akibat tidak disiplin waktu dari Pemkot Manado, maka tidak ada waktu komunikasi politik dengan para wakil rakyat untuk mencapai kesepakatan yang terjadi seperti saat ini.
“Dalam Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 sudah jelas dan diatur tahapan dan jadwal penyusunan APBD. Di dalam rancangan perubahan dalam KUA-PPAS oleh Kepala daerah paling lambat minggu pertama Agustus, selanjutnya untuk pembahasan dan kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD atas rancangan perubahan KUA-PPAS paling lambat Minggu kedua Agustus. Jadi saya kira cukup waktunya, tapi kalau dimasukan nanti September dan terjadi perbedaan pendapat maka sulit jadinya karena 30 September sudah harus final,” terangnya.
Dosen Senior di Fakultas Hukum Unsrat ini pun mengkhawatirkan, ada belanja modal atau pegawai yang tak diatur dalam APBD Induk kemudian sudah diambil kebijakan, sehingga butuh legitimasi di APBD Perubahan dalam rangka memenuhi kebutuhan belanja tersebut.
“Soal kepentingan publik harusnya dari awal dalam APBD Induk itu 90 persen sudah pasti tertata, sehingga kalau ada hambatan atau perubahan situasi tidak perlu berharap dalam APBD Perubahan. Katakanlah dalam Pandemi Covid-19 ada kebijakan refocusing dan realokasi, kalau menurut saya, korbankan saja dan digeser belanja modal atau proyek-proyek belum menjadi prioritas yang ditender. Jangan korbankan belanja pegawai apalagi hak THL, ini asap dapur orang jangan dikorbankan. Kalau pun ada penambahan THL di luar alokasi, itu spekulatif jika berharap di APBDP,” tukas Palilingan.
“Intinya dari sisi hukum soal APBDP Tahun 2020, Pemkot Manado tak mengikuti aturan dan tak disiplin waktu. Itu saja,” tandasnya. (*)