TUTUYAN, LensaSulut.com – Menyambut datangnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), tensi politik gusar ditebak. Tilikan suhu ketatanegaraan itu mulai menajam, para pendukung pun saling mengklaim kekuatan dengan melahirkan opini di masyarakat, bahwa jagoan mereka yang akan menjadi jawara dalam kontestasi 5 tahunan tersebut.
Mengamati situasi saat ini, yang tak lepas dari dinamika politik 4 bulan terakhir, semua kontestan memiliki kans yang sama untuk menang, tinggal bagaimana mereka mampu memetik hati konstituen (pemilih) dengan gagasan serta program yang berpihak pada kepentingan masyarakat.
Memonitor pertarungan pilkada saat ini, pengamat politik Boltim, Zanjabil Wakid secara pribadi menilai, apa yang terjadi hari ini adalah hal yang lumrah dalam politik.
“Arus masyarakat pasti menginginkan figur yang punya keberpihakan utuh pada kelompok marjinal (terpinggirkan), dan para kontestan pilkada harus melihat hal ini sebagai peluang untuk meraup dukungan sebanyak-banyaknya. Tentu dengan cara dan strategi mereka masing-masing,” ujar Wakid, Kamis 13/8/2020, malam.
Akademisi STIP Manado ini menuturkan, dalam politik ada yang disebut tritmen nalar, artinya masyarakat akan cenderung pada militansi secara pilihan politik. Sebaliknya, sewaktu-waktu bisa berbeda haluan di tengah jalan, tergantung bagaimana tim pemenangan dan para calon kepala daerah membentuk militansi para pendukungnya.
“Melihat peluang Boltim hari ini, situasi politik yang bergerak dinamis bisa jadi akan tetap berubah. Beberapa nama yang santer terdengar dipastikan maju pasti akan super kerja keras,” ucap Wakid.
Ia memberi tahu, perhelatan pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin dekat. Lobi dan negosiasi di tingkatan elit dipastikan akan semakin sengit terjadi, dan hal ini tentu akan terus menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, apa jagoan mereka akan bisa direkrut oleh partai politik atau tidak.
“Saya membaca situasi di Boltim hari ini, bukan tidak mungkin akan ada kejutan-kejutan yang menarik untuk disimak, karena dalam politik semua bersifat abstrak tak jelas arahnya. Hari ini banyak yang berspekulasi akan terjadi pertarungan 3 kandidat, tapi bukan tidak mungkin akan berpeluang kearah head to head. Semua analisa sementara akan tetap berlaku dalam politik. Mayoritas masyarakat pemilih telah menentukan pilihannya hari ini, dan pasti kelompok militansi sudah terbentuk,” terang Wakid.
Pria berdarah Arab ini menyebutkan, sebagian parpol telah menetapkan dukungan namun sebagian lagi masih sulit menentukan dukungan.
“Saya beranggapan bahwa bisa saja akan terbentuk 3 faksi kekuatan besar antara koalisi PAN, Golkar, Perindo, Demokrat yang hampir pasti mengusung Amalia Landjar dan Uyun Pangalima, berhadapan dengan PDIP, PKS, Gerindra, PBB yang berpeluang mengusung, Hendro Boroma dan Rusdi Gumalangit, Hendro Boroma dan Meidy Lensun, Oskar Manoppo dan Meidy Lensun. Gerbong ketiga Nasdem, PKB yang membentuk kekuatan baru, Sam Sahrul dan Tomy Sumendap,” sebutnya.
Terminologi vox poluli vox dei atau suara rakyat adalah suara Tuhan harus secara seksama harus dilihat oleh para kandidat yang nantinya akan bertarung di pilkada Boltim.
“Segala kemungkinan akan terus bergerak fluktuatif. Tinggal kita liat saja nanti ke depan akan seperti apa kekuatan politik yang akan terbentuk. Pemilih jelas pasti bisa berubah dalam pilihan. Tinggal bagaimana para kandidat terus memperkuat basis dukungan agar konstituennya tidak akan berpaling dari pilihannya semula,” tandas Wakid.
(Dath)