Kebun Pala Seorang Jurnalis
Oleh: Dhat Ligawa
Cuaca di Desa Bulawan, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sabtu, 23 Mei 2020 sangat bersahabat. Pukul 09.00 Wita, langit begitu cerah. Matt Rey Kartorejo dan Dio Jubair, sepakat untuk pergi melihat kebun pala di Tapa, di wilayah perkebunan Desa Kotabunan Barat.
Dio berprofesi sama dengan Matt Rey. Ia seorang jurnalis di Totabuan Express.co.id. Pukul 09.30 Wita, aku ke dapur. Mulai sarapan, sementara Dio masih tidur nyenyak. Usai sarapan, Matt Rey bangunkan Dio. Meskipun ia masih asyik menikmati mimpi indahnya.
“Dio, Dio, marijo somo ka kobong.”
Dio pun kaget. Ia langsung bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka. “Bekeng kopi jo, kong tong dua somo ka kobong,” kata Rey dengan sedikit bercanda.
Dio pun langsung membuat kopi hitam dan menikmatinya di teras rumah. Ditemani sebatang rokok, ia melihat informasi perkembangan Covid-19 melalui gawai androidnya. Usai mengotak-atik handponenya, Dio pun mulai bersiap-siap ke kebun.
Mereka menggunakan sepeda motor Yamaha N MAX menuju ke kebun. Setelah menempuh sekitar 1Km, kami sadar lupa membawa air minum. Kami membelokkan motor dan pergi ke Dusun 5 Panang untuk membeli air mineral. Usai membeli air, mereka melanjutkan perjalanan.
Saat lewat jalan menanjak, laju kendaraan mulai lambat. Jalan yang dilalui begitu ekstrim. Lubang-lubang berukuran besar menghiasi jalan perkebunan Tapa. Mereka terus melaju di jalan yang tidak beraspal.
Matahari terus naik. Panasnya semakin terasa.
Saat tiba di pertigaan, Matt Rey dan Dio memarkir motor di sisi jalan. Motor mereka parkir di sana karena jalan ke kebun Pala, tidak bisa dilalui motor. Setelah menghilangkan penat sejenak, mereka melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.
“Ini sapa pekobong cingke?” tanya Dio, sambil menunjuk ke arah perkebunan pohon cengkeh.
Matt Rey menjelaskan bahwa itu kebun orang Kotabunan Induk, sambil terus berjalan. Selang beberapa menit, mereka pun sampai di kebun Pala milik Matt Rey.
6 BULAN SATU KALI PI LIA KOBONG, TERNYATA PALA SUDAH BERBUAH
Selama 6 bulan, baru sekali ini lagi kulihat kebun pala milik Matt Rey. Rey kaget ternyata Pala yang ia tanam sudah berbuah lebat. Merasa penasaran, ia langsung memetik 6 biji buah dan diperlihatkan kepada Dio. Ia pun tersenyum dan mengeluarkan kata-kata bernada pujian.
“Karas no. So mulai dapa lia depe hasil ada batanang akang,” katanya.
Matt Rey mulai memeriksa satu-persatu pohon pala yang ia tanam. Dia bersihkan juga rumput-rumput liar di bawah pohon pala. Usai memeriksa kebun, ia menghampiri Dedi dan Epen. Mereka orang yang dipercayakan membersihkan kebun Pala. Dedi memberi saran agar tambah menanam pohon Pala. Sebab menurutnya, tanah di areal perkebunan itu, sangat cocok ditanami Pala.
“Bagus ini tambah batanang Pala, karna depe tanah disini (Tapa) cocok dengan tanaman Pala,” kata Dedi. “Iyo nanti motambah mobli bibit Pala kita kong mo ulang sulam mana yang ada mati,” jawab Matt Rey.
DEDI KAGET MELIHAT LUAS TANAH KEBUN PALA
Pukul 11.00 Wita, panas matahari kian menyengat. Matt Rey dan Dio berlindung di bawah pohon. Dedi dan Epen terus melanjutkan pekerjaan mereka, membersihkan rumput-rumput liar di sekitar pohon pala. Rey ajak Dedi untuk melihat batas kebun. mereka menyusuri jalan yang menanjak. Saat melihat ada pohon cengkeh yang tertutup rerumputan, sejenak Dedi berhenti dan membersihkannya.
“Dimana tu sipat tanah?” tanya Dedi, sambil memotong kayu berukuran kecil.
“Sana dang,” jawab Rey dengan menunjukkan jari telunjuknya.
Mata Dedi tak berpindah menatap letak batas tanah yang Rey tunjuk. Dengan nada bercanda, spontan ia berkata, “Kalu ta tau pebasar bagini ini kobong, kita nda mangaku ba momaras,” tutur Dedi sembari tertawa terbahak-bahak.
“Kalu bagitu, musti tambah depe pembayaran dari pe pai katu ini kobong,” sambung Dedi.
Aku menjawab apa yang ia katakan. Sambil tertawa, kukatakan bahwa nanti akan kutambah ongkos kerjanya.
GARA-GARA 2 BIJI KELAPA, PARANG MILIKKU KETINGGALAN
Waktu sudah menunjuk pukul 12.00 Wita. Rey dan Dio masih asik menikmati suasana kebun. Selain belum ada polusi, mereke masih kangen berada di sini, di kebun peninggalan Almarhum papa. Di sisi lain, perut Rey mulai keroncong. Ia lihat air minum mulai habis. Akhirnya ia putuskan kembali ke rumah.
Usai pamitan dengan Dedi dan Epen, Rey dan Dio meninggalkan kebun. Di perjalanan pulang, Rey melihat buah kelapa yang sudah kering di tepi jalan. Ia bawa kelapa itu sampai di tempat parkiran motor.
Parangnya ia letakkan di motor. Kelapanya, ia ikat dan ia berikan kepada Dio. Motor yang di parkiran langsung ia nyalakan dan bergegas pulang.
Saat pulang, lewat di jalan menurun. Mata Rey tetap fokus karena jalan sedikit licin dan banyak kerikil kecil.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai dirumah dengan selamat. Rey mengambil air minum melepaskan dahaga. Usai meneguk dua gelas air, ia kaget, dilihatnya parang miliknya sudah tidak ada.
“Astaga, itu peda so nda ada. Ado, dapa lupa di atas tadi ada ika tu kalapa,” kata ku kepada Dio.
“Ini tu dong bilang, Cari Jarong ilang Tamako.” (*)